Rabu, 25 Februari 2015

Setitik Pemahaman Tentang Diskresi Dalam Birokrasi

sumber: disini

Oleh; Andy Arya Maulana Wijaya

Seorang Pejabat Publik seringkali takut memberikan keputusan terhadap sebuah persoalan, alasannya beragam dan paling sering adalah itu bukan bagian dari tugasnya saat itu. Padahal, kondisi tersebut membutuhkan keputusan yang cepat dan tepat. Akhirnya, seringkali pelayanan publik berjalan lamban bahkan terabaikan.

Nah..dibeberapa kondisi lain, seringkali seorang pejabat memberikan keputusan terhadap sesuatu namun kemudian dikritik bahwa itu bukan kewenangannya. Kondisi seperti inilah kemudian yang seringkali tidak dipahami oleh pejabat publik atau bahkan kita sebagai masyarakat awam bahwa apapun posisi dan jabatan seorang pejabat publik akan selalu diiringi oleh tugas dan tanggungjawabnya dalam kontek ke-publikan, Dalam istilah pemerintahan kita mengenal Birokrasi.

Dalam teorinya sebenarnya hal ini diatur, namanya Diskresi atau kewenangan yang dilebihkan oleh adanya kondisi-kondisi tertentu yang ingin diambil sebuah keputusan yang cepat dan tepat. Olehnya itu, tulisan ini akan sedikit memperkenalkan apa itu diskresi.

Apa Itu Diskresi ?

Menurut Collins Concise Dictionary, diskresi merupakan kebebasan atau otoritas untuk membuat judgment (keputusan berdasarkan intuisi/penilaian subjektivitas pribadi) dan kebebasan bertindak sebagai tindakan yang menurutnya dianggap tepat. Menurut Keith C. Davis (dalam Adler dan Asquith, 1993: 399), “seorang pejabat publik dikatakan melakukan diskresi ketika batas-batas kekuasaan atau otoritas efektif yang ia miliki membolehkan ia bebas melakukan sebuah pilihan diantara sejumlah aktivitas untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan”. Dengan demikian diskresi bisa dikatakan sebagai tindakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tidakan secara sengaja dan sadar oleh pejabat publik sampai keluar batas otoritas atau kewenanganya, atau melebihi kekuasaan atau otoritas yang seharusnya sebagaimana yang telah ditentukan secara hukum/norma yang berlaku yang dipandangnya sebagai sesuatu yang dapat dibernarkan menurut keputusan subyaktif dirinya.

Lalu apa motivasi dilakukannya diskresi? Dilakukannya diskresi biasanya didorong oleh motivasi tertentu. Diskresi pengambilan atau pembuatan keputusan pada umumnya telah dimotivasi oleh pertimbangan moral (dari jelas legitimate) dengan harapan menghasilkan outcome keputusan yang diarahkan bagi mereka yang terkena keputusan/kebijakan tersebut. disamping itu, motivasi dilakukannya diskresi kebijakan adalah harapan untuk bisa menghasilkan sebuah rasa keadilan bagi kelompok yang terpinggirkan atas kurang beruntung secara terus menerus selama ini dalam setiap efek keputusan yang dibuat, atau karena bias kebijakan yang terjadi sebelumnya.


Perlakuan tidak sama hanya dibenarkan jika hukum atau kebijakan yang berlaku berpihak kepada orang-orang yang paling tidak diuntungkan atau menjadi korban (Haryantmoko, 2001). Karena tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan sosial (MD, Moh Mahfud, 1999: 151), dan memberikan “the protection for human rights” (perlindungan bagi hak-hak asasi manusia) (Petrova, 2002: 16). Ini menggarisbawahi bahwa diskresi dalam implementasi sebuah aturan hukum yang dibuat di tingkat lokal katakanlah peraturan daerah, peraturan bupati, atau surat keputusan otoritas yang ada di daerah bisa dibenarkan jika dimaksudkan untuk mencapai keadilan terutama bagi mereka yang tidak diuntungkan akibat implementasi peraturan hukum tersebut. juga diartikan bahwa diskresi bisa dilakukan terutama untuk merespon kekakuan aturan tersebut hukum akibat hukum tersebut kurang mampu beradaptasi dengan situasi di lapangan, tidak sensitif terhadap keadaan nyata terhadap kebutuhan yang berbeda-beda, dan kurang responsif terhadap lingkungan yang berbeda-beda (Adler dan Asquith, 1993: 401).

Diskusi mengenai ini memang cukup banyak, karena diskresi untuk tiap-tiap persoalan akan berbeda cara penanganannya. Karena itu, tulisan ini tidak bermaksud memberikan penjelasan bahwa diskresi adalah seperti yang disebutkan diatas. Namun di beberapa konteks barangkali berbeda dalam prakteknya, karenanya untuk menyebut sebuah keputusan birokrasi sebagai pelanggaran kewenangan perlu diperhatikan dengan teliti. Sebab bisa jatuh pada fitnah, jadi jangan buru-buru untuk menghakimi..

Nah..biar rame, kalau ada materi tentang ini yang anda tahu silahkan di bagi yaa...

0 komentar :

Posting Komentar